Letda Sumaji, Menyulap Kelongsong Peluru Menjadi Patung

Letda Sumaji, Menyulap Kelongsong Peluru Menjadi Patung
Foto: Gigih Prayogo/Pandu

majalahpandu.com – Kelongsong peluru bekas latihan perang tak selamanya berakhir di  tempat sampah. Di tangan Letnan Dua (Letda) Sumaji kelongsong-kelongsong peluru tersebut disulap menjadi barang seni ukir bernilai tinggi. Sejak  mengawali karir di dunia militer pada 1988, Letda Sumiaji sudah menghasilkan ribuan suvenir dari kelongsong.

“Ada berbagai ukuran kelongsong yang saya kerjakan, paling kecil 12,7 milimeter. Ini ukuran yang biasa dipakai untuk membuat pemanis pagar dengan hiasan rantai-rantai. Dan yang tengah sebagai hiasan utama biasanya menggunakan kelongsong dengan ukuran 40 atau 57 milimeter. Sedangkan ketebalan rata-rata ukiran biasanya satu milimeter hingga 1,5 milimeter,” ujar Sumaji kepada Pandu awal Januari lalu. 

Letda Sumaji, Menyulap Kelongsong Peluru Menjadi Patung
Letda Sumaji. (Foto: Gigih Prayogo/Pandu)

Menurut Sumaji, pembuatan kerajinan ini tidaklah begitu rumit karena ia sudah memiliki pengetahuan dasar sebagai pengrajin kayu sejak masih di bangku sekolah dasar.

“Ceritanya mulai dari kecil di kampung saya di Jepara, lingkungan di sekitar saya dan keluarga kerjanya jadi tukang semua, baik itu tukang kayu maupun tukang ukir. Jadi cari makan sebagai tukang kayu dan pengukir kayu. Mau tidak mau, saya ikut kegiatan seperti itu. Jadi karena itulah dari SD hingga SMA saya sudah bisa mencari uang sendiri,” kenang dia. 

Menurutnya, bakatnya sebagai pengukir kayu itu tinggal dia  pindahkan sesuai wadah yang hendak diukir, jadi yang membedakan hanya pada tekstur wadahnya. Ia mengatakan, “Tekniknya sebenarnya sama dengan mengukir kayu, yaitu pertama-tama kita harus membuat pola yang kita inginkan di media ukir, selanjutnya tinggal kita pahat sesuai pola tersebut dan terakhir finishing. Nah, untuk melunakkan logam kuningan tersebut biasanya kita panaskan dahulu, dan beruntungnya kuningan ini lebih lunak dari pada besi.  Alat-alat yang digunakan juga menggunakan alat ukir kayu dan sebagian menggunakan alat dari baja. Minimal ada 30 alat,  ada yang bentuknya lurus, melengkung, macem-macem.”

Lalu mengapa memilih kelongsong peluru atau meriam? Sumaji mengatakan ide itu muncul tiba-tiba saja saat melihat banyak limbah kelongsong usai latihan perang. “Waktu itu saya memandangi  kelongsong yang saya dapat dari  atasan. Saya merenung, kira-kira bagusnya gimana ya…Akhirnya saya coba-coba buat ukiran, lalu saya gabungkan dengan kaca, saya buat hiasan di kamar tamu saya,” cerita pria yang berdinas di Satuan Pusdik Arhanud AD Malang ini.